PENGARUH INSOMNIA BAGI KESEHATAN TUBUH

    


    Banyak orang yang mengalami kesulitan dalam tidur. Namun, kebanyakn dari mereka tidak pernah menyadari itu. Biasanya penyakit ini sering disebut dengan insomnia. Gangguan sulit tidur atau biasa disebut dengan insomnia dapat menganggu pada kondisi kesehatan tubuh. Gangguan kesulitan tubuh atau insomnia biasanya disebabkan karena hal-hal yang spele, sperti masalah. Tidak hanya itu, tubuh yang terasa sakitpun dapat membuat anda terkena gangguan sulit tidur atau insomnia (Ide, 2013).

   Namun, tahukah anda bahwa gangguan sulit tidur atau insomnia memiliki beberapa dampak pada kesehatan anda? Kuantitas dan kualitas tidur dapat berpengaruh pada kualitas hidup anda. Jika kualitas dan kuantitas tidur anda tidak cukup, maka dapat mempengaruh pada kesehatan jasmani dan rohani anda. Pada dasarnya, tubuh kita membutuhkan waktu tidur kurang lebih 8 jam dalam seharil. Tujuannya untuk menjaga kesehatan tubuh anda (Huda, 2020).

            Apa itu gangguan sulit tidur atau insomnia?

    Insomnia atau gangguan sulit tidur merupakan salah satu penyakit yang terkait dengan kualitas dan kuantitas pada tidur anda (Yun & Jo, 2021). Seseorang yang mengidam insomnia biasanya ia kesulitan tidur di malam hari namun ia terbanguan lebih awal di pagi hari. Tidak hanya itu, pengidap insomnia pun sering terbangun tidurnya pada malam hari. Seseorang yang menderita penyakit gangguan tidur ini pun sering tidak merasakan segar ketika bangun di pagi hari, ia pun sering kesulitan tidur walaupun dalam keadaan badan letih. Penderita gangguan tidur atau insomnia dapat disebabkan karena kondisi psikologi yang terganggu seperti, stress, depresi, gangguan jiwa ringan hingga berat (Ide, 2013).  Gejala utama dari insomnia juga berupa kesulitan dalam mempertahankan tidur, dan sering terbangun atau kesulitan dalam tidur. Namun, Riwayat masa lalu juga seperti Riwayat keluarga, nyeri tubuh, kesehatan yang memburuk pun dapat termasuk kedalam salah satu faktor insomnia. Tidak hanya itu, insomnia juga merupakan salah satu gangguan pada psikiatri mayor, karena insomnia sering disertai dengan gangguan psikiatri (Fernandez-Mendoza & Vgontzas, 2013). Maka dari itu, saya akan menjelaskan mengapa insomnia memiliki beberapa efek pada kesehatan fisik dan mental.

 Insomnia dan proses fisiologis

Tanpa kita sadari insomnia juga dapat menyebabkan perubahan pada fisiologi kita baik itu pada siang hari atau malam hari. Monroe mengatakan bahwa peningkatan suhu, resistensi pada kulit, denyut jantung, dan vasokonstriksi fisik diakibatkan oleh insomnia (Yun & Jo, 2021). Insomnia juga dapat mempengaruhi system hormone. Karena, beberapa macam hormone, seperti hormone melatonin dan hormone pertumbuhan itu berhubungan dengan pengaturan waktu tidur, hormone juga memiliki peran yang penting (Morris et al., 2012). Maka dari itu, insomnia mempengaruhi disregulasi pada system endokrin (Morgan & Tsai, 2015).

   Selain itu, kekurangan tidur juga dapat menurunkan sensitivitasi pada insuli, sedangkan sekresi dan resistensi pada insulin meningkat, terutama pada lansia yang mengidap insomnia (Yun & Jo, 2021). Orang yang mengidap insomnia akan kesulitan mengontrol nafsu makan. Sebuah studi yang meneliti tentang pengidap insomnia kronis mengatakan bahwa orang yang mengidam insomnia akan mengalami penurunan pada ghrelin noktural. Berdasarkan hasil tersebut, insomnia dapat berpengaruh pada makan yang berlebihan dan berat badan yang tidak tetap. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa pengidap insomnia dapat membuat kadar melotonin menurun. Secara umum, semakin lama ia mengidap insomnia, maka semakin besar penurunan pada melatonin (Yun & Jo, 2021). Insomnia juga mempengaruh pada system kekebalan tubuh. Jika kekurangan tidur maka jumlah sel imun, sitokin, dan fungsi imun serta membuat mereka gampang terekan infeksi bakteri dan virus (Yun & Jo, 2021).

Insomnia dan gangguan fisik

Insomnia juga dapat merubah pada fungsi penyakit fisik dan fisiologis. Karena, insomnia dapat merubah tekanan darah dan detak jantung. Sofi dkk mengatakan bahwa salam meta-analisis insomnia dapat dikaitkan dengan perkembangan pada penyakit karidovaskular, karena berkaitan dengan disregylasi system saraf otonom (Yun & Jo, 2021). Kohrt pun mengegaskan bahwa insomnia dapat memicu meningkatnya resiko infeksi pada saluran pernafasan, dan telan dikonfirmasi bahwa pasien yang melakukan kemoterapi lebih rentan terkena infeksi jika ia mengeluh insomnia (Ruel et al., 2020)(Nieters et al., 2019)  Beberapa penilitan percaya bahwa insomnia dapat memicu terjadinya penyakit kanker, salah satunya kanker payudara (Yun & Jo, 2021).

Insomnia dan regulasi emosi

Insomnia dan regulasi emosi memiliki keterkaitan satu sama lain. Orang yang mengidap penyakit insomnia akn sulit mengendalikan emosi. Maka dari itu, orang yang mengidap insomnia kronis diketahui sulit mengendalikan emosi (Kyle et al., 2014).  Beberapa penilitian telah mengkonfirmasikan bahwa kekurangan tidur dapat mempengaruhu pada valensi emosional, karena kekurangan kualitas tidur dapat memicu emosi negative meningkat dan emosi positih menurun, dan kebanyakan yang mengidap yaitu wanita (Yun & Jo, 2021). Markarian mengatakan bahwa disregulasi emosi dapat dikaitkan dengan kecemasan, stress, dan emosi. Maka dari itu, kuantitas dan kualitas tidur memainkan perna penting bagi kesehatan mental. Insomnia merupakan kunci dalam gejala gangguan seperti kecemasan, regulasi emosi, dan depresi (Stephan et al., 2016)

            Insomnia juga tidak hanya menyebabkan masalah pada kuantitas dan kualias tidur, namun memiliki skuel yang skunder pada pikiran dan tubuh. Insomnia juga menyebabkan gangguan funmgsional dan menyebabkan disregulasi emosi. Insomnia kronis juga dapat memicu meningkatkan resiko pada penyakit, seperti depresif, stress, dan demensua Alzheimer. Tidak hanya itu, insomnia juga dapat memicu pada system fisiologis seperti system endokrin, sitem imun, dan system peredaran darah. Insomnia juga dapat memicu beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, hipetensi, kanker, infeksi. Maka dari itu, kenali insomnia sebagai penyakit sistematik. Jika kita mengetahui gejala apa saja yang berdampak dari insomnia maka diharapkan agar bisa mencegah gangguan skunder dan mengurangi terjadinya gangguan kuantitas dan kualitas tidur atau insomnia.

Daftar Pustaka:

Fernandez-Mendoza, J., & Vgontzas, A. N. (2013). Insomnia and its Impact on Physical and Mental Health. Current Psychiatry Reports, 15(12), 418. https://doi.org/10.1007/s11920-013-0418-8

Huda, M. (2020). Mengatasi Insomnia Secara Alami. New Media.

Ide, P. (2013). Yoga Insomnia. Elex Media Komputindo.

Kyle, S. D., Beattie, L., Spiegelhalder, K., Rogers, Z., & Espie, C. A. (2014). Altered Emotion Perception in Insomnia Disorder. Sleep, 37(4), 775–783. https://doi.org/10.5665/sleep.3588

Morgan, D., & Tsai, S. C. (2015). Sleep and the Endocrine System. Critical Care Clinics, 31(3), 403–418. https://doi.org/10.1016/j.ccc.2015.03.004

Morris, C. J., Aeschbach, D., & Scheer, F. A. J. L. (2012). Circadian system, sleep and endocrinology. Molecular and Cellular Endocrinology, 349(1), 91–104. https://doi.org/10.1016/j.mce.2011.09.003

Nieters, A., Blagitko-Dorfs, N., Peter, H.-H., & Weber, S. (2019). Psychophysiological insomnia and respiratory tract infections: Results of an infection-diary-based cohort study. Sleep, 42(8), zsz098. https://doi.org/10.1093/sleep/zsz098

Stephan, K. E., Manjaly, Z. M., Mathys, C. D., Weber, L. A. E., Paliwal, S., Gard, T., Tittgemeyer, M., Fleming, S. M., Haker, H., Seth, A. K., & Petzschner, F. H. (2016). Allostatic Self-efficacy: A Metacognitive Theory of Dyshomeostasis-Induced Fatigue and Depression. Frontiers in Human Neuroscience, 10. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fnhum.2016.00550

Yun, S., & Jo, S. (2021). Understanding insomnia as systemic disease. Journal of Yeungnam Medical Science, 38(4), 267–274. https://doi.org/10.12701/yujm.2021.01424

Komentar